Ini essay yang kutulis untuk mengikuti kompetisi "Menjadi Indonesia" 2013, nggak lolos sih tapi tetep semangat menulis :)
PERKOKOH BENTENG BHINNEKA TUNGGAL
IKA DENGAN MEMBANGUN KEMBALI KARAKTER PANCASILA
Ringkasan
Indonesia
merupakan negara yang memiliki segudang perbedaan maupun keberagaman mulai dari
keberagaman suku, budaya, agama, maupun ras. Akhir-akhir ini, masalah perbedaan
atau pluralitas menjadi isu utama yang perlu diselesaikan. Konflik yang
dilandasi perbedaan muncul dimana-mana dan terjadi secara berlarut-larut.
Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dengan semboyan
khas yaitu Bhinneka Tunggal Ika, konflik-konflik yang ada tak pantas dibiarkan.
Oleh karena itu, kita perlu mengeluarkan senjata utama kita sebagai pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia yaitu Pancasila. Salah satu cara
untuk memupuk jiwa nasionalisme adalah dengan menumbuhkan kembali jiwa dan
karakter Pancasila di seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
ISI
Indonesia
ialah sebuah negeri dengan sejuta keberagaman, baik keberagaman suku, budaya,
agama, maupun ras. Semua dipadu dengan balutan keindahan alam yang luar biasa
terbentang dari Sabang sampai Merauke. Bahkan kekayaan alam yang sangat besar
terkandung dan tersimpan erat di perut bumi negeri ini, mulai dari kekayaan
laut sampai kekayaan bahan tambang layaknya emas, timah, dan gas alam. Lalu apa
yang kurang dari negeri ini sehingga kemakmuran tidak jua datang menghampiri?
Sementara logika berkata, dengan berjuta kekayaan yang dimiliki seharusnya Indonesia
mampu menjadi macan yang menguasai dunia. Dibalik semua kelimpahan yang ada
tersebut, hanya ada satu hal yang selama ini menjadi kerikil sandungan bangsa
ini untuk maju yaitu krisis nasionalisme.
Konflik
antar agama, antar suku maupun antar golongan sudah merupakan bumbu sehari-hari
yang tak terelakkan di negeri kita tercinta Indonesia. Masih segar ingatan kita
mengenai konflik antar suku yang terjadi di Sampit, di Lampung Selatan atau
juga di Maluku. Ada pula konflik yang bersangkutan dengan agama seperti yang
pernah terjadi di Ambon dan di Poso, dan lain sebagainya. Memang benar bahwa
Indonesia adalah negara dengan sejuta keberagaman. Namun keberagaman tersebut
seringkali bukan dijadikan sebagai kekuatan akan tetapi malahan digunakan
sebagai pemicu adanya konflik antar berbagai golongan. Mungkinkah rasa
persatuan di negeri kita sudah tergerus oleh jaman? Dimana semangat Bhinneka
Tunggal Ika yang dahulu menjadi semboyan pemersatu Bangsa?
Memaknai Semboyan Bhinneka Tunggal
Ika
Kita
semua tahu bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali dilontarkan pada
masa kerajaan Majapahit di abad ke 14. Semboyan tersebut dikenalkan pertama
kali oleh Mpu Tantular dalam kitab karangannya yang sering disebut Kakawin
Sutasoma. Bhinneka Tunggal Ika merupakan kalimat yang berasal dari bahasa jawa
kuno, dan secara umum kalimat itu memiliki arti “ Berbeda-beda tetapi tetap
satu jua”. Ya, semboyan tersebut memang khusus dirancang bagi bangsa Indonesia
yang terdiri dari beraneka ragam suku dan budaya. Lihat saja belasan ribu pulau
kita yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang dihuni oleh lebih dari 200
juta jiwa yang terdiri dari 300 macam etnis, serta adat istiadat, budaya dan
keyakinan yang berbeda-beda. Melalui semboyan itu, kita bangsa Indonesia diajak
memahami, mendalami dan meresapi secara lebih jauh bahwa negara Indonesia ini
memang bukan negara yang homogen melainkan negara heterogen. Oleh karena itu
kita semua sebagai bangsa Indonesia harus memiliki jiwa nasionlisme yang tinggi
untuk dapat mempertahankan persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini.
Pancasila Sebagai Landasan Sah
Pluralitas Bangsa Indonesia
Dalam
upacara bendera di sekolah-sekolan pasti kita akan mengucapkan dengan tegas
kalimat-kalimat berikut:
“Pancasila...”
“Satu,
Ketuhanan Yang Maha Esa.” ,“Dua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.”, “Tiga,
Persatuan Indonesia.” “Empat, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.” “Lima, Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.”
Tak
ada yang menyangkal bahwa kelima sila Pancasila tersebut harus kita hafalkan
sejak kita mulai masuk sekolah dasar. Sila-sila dalam Pancasila merupakan
untaian kalimat-kalimat yang padu, terintegrasi dan menyeluruh yang
dikonstruksi untuk tujuan mempersatukan keberagaman bangsa Indonesia. Perlu
diingat bahwa rangkaian sila-sila dalam Pancasila yang sering kita lafalkan
tersebut telah disusun dan difikirkan secara matang oleh para pendiri bangsa
Indonesia. Untaian kalimat-kalimat tersebut telah melewati sebuah perjalanan
yang panjang, bahkan para pendiri bangsa ini harus melewati sebuah perdebatan
panjang yang cukup sengit sebelum resmi dijadikan landasan falsafah NKRI. Namun
akhirnya di tengah segala macam persoalan yang terjadi, muncullah sebuah “jalan
tengah” yang mampu menjembatani dan mewakili seluruh kepentingan penduduk
Indonesia. Jalan tengah tersebut adalah kelima sila Pancasila yang telah resmi
ditetapkan sebagai landasan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan
selama ini kita mengenal Pancasila juga menjadi sumber dari segala sumber
hukum, yang artinya semua hukum yang ada di Indonesia harus bersumber dari
Pancasila.
Mengapa
Pancasila sangat penting kaitannya dengan pluralitas bangsa Indonesia? Sudah tentu
karena sila-sila yang terkandung di dalamnya merupakan wujud dari persatuan
bangsa atas keberagaman yang ada. Mulai dari sila pertama yang menunjukkan
bahwa Indonesia adalah negara beragama, kemudian sila kedua yang menunjukkan
bahwa Indonesia sangat menjunjung nilai-nilai kemanusian dan menjunjung hak
serta kewajiban setiap manusia tanpa adanya diskriminasi. Selanjutnya sila
ketiga yang menunjukkan persatuan di tengah segala perbedaan dan keberagaman
yang ada, sila keempat yang menunjukkan bahwa dalam menentukan keputusan kita
semua mengedepankan musyawarah, dan terakhir sila kelima yang mengutamakan
suatu keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Dari uraian tersebut
dapat kita lihat bahwa Pancasila memang benar-benar merupakan sebuah senjata
yang sangat tepat diluncurkan demi menjaga teguh persatuan dan kesatuan bangsa
dalam menjembatani segala jenis keberagaman yang tercermin dalam semboyan
Bhinneka Tunggal Ika.
Akar Masalah Berkurangnya Rasa
Persatuan dan Kesatuan di Tanah Ibu Pertiwi
Sebenarnya
apakah penyebab terjadinya berbagai konflik antar etnis, antar agama ataupun
antar kelompok/organisasi masyarakat di Indonesia? Bila kita analisis secara
lebih mendalam maka jawaban yang akan kita temukan adalah mulai rusaknya jiwa/karakter
nasionalisme penduduk Indonesia. Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah :
Bagaimana hal tersebut dapat terjadi? Cobalah
lihat di sekelilingmu! Ya, tak dapat dipungkiri bahwa di sana-sini selalu saja
timbul keributan. Orang-orang di sekeliling kita terkesan sangat mudah emosi,
sedikit merasa tertindas maka mereka akan mulai menyerang. Hal ini dimulai dari
adanya rasa perbedaan yang muncul karena mereka merasa berbeda latar belakang,
contoh kecilnya adalah tawuran antar sekolah. Siswa di sekolah A misalnya
merasa berbeda dari siswa di sekolah B, dan ditambah lagi secara turun-temurun
kakak kelas di sekolah A selalu mengajarkan bahwa siswa di sekolah B adalah
musuhnya, begitu pula sebaliknya. Jadi dapat dikatakan bahwa karakter mereka
dari awal dibentuk untuk memusuhi siswa dari sekolah lain yang dirasa sebagai
musuhnya. Dari situ maka pikiran dan perasaan mereka akan berubah menjadi lebih
sensitif. Semisal salah seorang siswa di sekolah A sedikit menyinggung perasaan
siswa di sekolah B, maka keributan kecil akan muncul dan ujung-ujungnya mereka
akan terlibat tawuran.
Permasalahan
di atas hanya sebagian kecil contoh yang sering terjadi di masyarakat yang
mungkin bisa terjadi antar kelompok, etnis maupun kepercayaan atau agama
tertentu. Dalam kondisi tersebut mereka selalu merasa terancam atas keberadaan
satu sama lain, sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman dan sangat sensitif
meski hanya oleh perkataan atau hanya sekedar guyonan belaka. Hal tersebut
dapat terjadi karena pemikiran kita sejak awal sudah diajar untuk menjadi
lawan, bukan sebagai kawan satu sama lain. Secara tidak sadar sebagian besar
dari kita juga pasti mengalami hal tersebut, kita sering menghadapi situasi
dimana orang tua kita mengajarkan suatu hal mengenai budaya atau keyakinan kita
yang kita anggap benar lalu budaya atau keyakinan lain kita anggap salah dan
orang dengan latar belakang budaya atau keyakinan yang berbeda tersebut kita
anggap sebagai musuh kita.
Sebagai
Bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila, tentu hal tersebut tidak boleh
kita biarkan begitu saja. Jiwa dan rasa nasionalisme kita tidak boleh luntur
hanya oleh karena kebiasaan dan budaya yang telah turun-temurun. Sebaliknya
rasa nasionalisme perlu kita pupuk sedari dini, dan semangat pancasila harus
kita tanamkan pada seluruh jiwa-jiwa yang ada di seluruh lapisan masyarakat di
atas bumi Indonesia tanpa terkecuali.
Menanamkan Pendidikan Pancasila di
Seluruh Lapisan Masyarakat
Pendidikan
Pancasila akhir-akhir ini sudah mulai dilupakan. Dahulu, pendidikan di SD, SMP
maupun SMA masih mengajarkan mata pelajaran PPKn (Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan) yang sekarang telah berganti menjadi hanya PKn (Pendididikan
Kewarganegaraan). Pertanyaannya: Mengapa pelajaran Pendidikan Pancasila harus
dihapuskan? Padahal dengan Pancasila itu anak-anak akan menjadi paham mengenai
dasar-dasar falsafah negara Indonesia yang memang bersatu dari berbagai suku,
agama, ras maupun golongan. Dengan dihapuskannya Pendidikan Paancasila, maka
dari mana anak-anak memahami arti pentingnya Pancasila dalam kehidupan
berbangsa di Indonesia? Apakah mereka hanya disuruh menghafalkan sila-sila
Pancasila tanpa tahu arti mendalam mengenai sila-sila tersebut dan hanya mereka
ucapkan pada saat upacara bendera setiap seminggu sekali? Apakah itu cukup?
Jawabannya tentu tidak.
Cara
terbaik untuk mengembalikan pembentukan moral bangsa adalah dengan kembali
mengajarkan Pendidikan Pancasila pada siswa-siswa sekolah. Bahkan bila perlu
pendidikan Pancasila berjalan sendiri-sendiri dan berbeda dengan pendidikan
Kewarganegaraan. Jadi sudah seharusnya sekolah-sekolah tidak hanya mementingkan
pelajaran-pelajaran tentang ilmu pasti seperti matematika, ilmu pengetahuan
alam serta ilmu pengetahuan sosial. Sebaliknya Pendidikan Pancasila harus terus
dimasukkan dalam mata pelajaran sehingga karakter Pancasila anak terbentuk
sedari dini.
Lalu
bagaimana dengan orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu yang sering memicu
terjadinya konflik? Sebenarnya sumber dari segala sumber konflik terletak pada
seseorang atau sekelompok orang yang mudah terbakar hanya oleh perkataan,
perbuatan maupun tingkah laku dari kelompok lain. Orang-orang atau kelompok
semacam ini seringkali memiliki kondisi emosional yang tidak stabil, sedikit
disenggol mengenai kelompoknya maka nyawa taruhannya. Lalu apa pelajaran yang
pantas bagi kelompok-kelompok pemicu konflik ini? Tentu saja kelompok-kelompok
tersebut tak dapat dengan mudah dijamah karena jiwa nasionalisme mereka sudah
luntur atau bahkan tak pernah sama saekali memiliki jiwa nasionalisme. Untuk
orang-orang semacam ini satu-satunya
cara yang mungkin ditempuh adalah dengan memasukkan mereka ke dalan bui. Dan
disinilah mereka perlu belajar sedikit demi sedikit mengenai bagaiman cara
menghargai perbedaan dan juga arti pentingnya Pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di NKRI.
Kemudian
bagaimana pula dengan mahasiswa yang notabene sudah tidak diajar pendidikan Pancasila
lagi? Serta masyarakat pada umumnya yang barang tentu jarang dijamah pelajaran
Pancasila? Tentu tak mudah memberikan mereka pelajaran mengenai Pancasila di
tengah gemelut dunia modern yang memabukkan seperti sekarang ini. Namun, negara
seharusnya tak hilang akal. Sekarang ini media informasi dan komunikasi sudah berkembang
sangat pesat. Jejaring sosial seperti facebook dan twitter dapat dimanfaatkan
untuk mendekati pemuda-pemudi. Sedangkan untuk masyarakat pada umumnya media
televisi sangat dimungkinkan menjadi perantara yang paling relevan untuk
menyampaikan semangat Pancasila dan persatuan negara. Perlu diperhatikan bahwa
di negara Pancasila ini butuh adanya sosok tokoh-tokoh nasionalis yang bergerak
netral, tidak memihak kelompok, golongan, suku maupun agama tertentu. Sehingga
dalam media-media sosial, bukan hanya tokoh-tokoh agama yang berdakwah
melainkan perlu pula adanya tokoh nasionalis yang selalu mengobarkan dakwah
Pancasila. Sehingga semua lapisan masyarakat sadar bahwa kita semua berdiri di
tanah yang sama, di bawah langit yang sama, dan terpenting kita mengakui dan
percaya serta menyembah Tuhan Yang Maha Esa seperti yang tercantum dalam sila
pertama Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Mahfud,M.
Pancasila sebagai Tonggak Konvergensi
Pluralitas Bangsa.Makalah yang
disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2011 di Kampus UGM,
Yogyakarta.
Sumasni, Nunik., dan Sutjaksono, Tangguh..
2013. Bhinneka tunggal Ika (diakses
pada hari