Selasa, 25 Maret 2014

Ini essay yang kutulis untuk mengikuti kompetisi "Menjadi Indonesia" 2013, nggak lolos sih tapi tetep semangat menulis :)

PERKOKOH BENTENG BHINNEKA TUNGGAL IKA DENGAN MEMBANGUN KEMBALI KARAKTER PANCASILA



Ringkasan
Indonesia merupakan negara yang memiliki segudang perbedaan maupun keberagaman mulai dari keberagaman suku, budaya, agama, maupun ras. Akhir-akhir ini, masalah perbedaan atau pluralitas menjadi isu utama yang perlu diselesaikan. Konflik yang dilandasi perbedaan muncul dimana-mana dan terjadi secara berlarut-larut. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dengan semboyan khas yaitu Bhinneka Tunggal Ika, konflik-konflik yang ada tak pantas dibiarkan. Oleh karena itu, kita perlu mengeluarkan senjata utama kita sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia yaitu Pancasila. Salah satu cara untuk memupuk jiwa nasionalisme adalah dengan menumbuhkan kembali jiwa dan karakter Pancasila di seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.


ISI
Indonesia ialah sebuah negeri dengan sejuta keberagaman, baik keberagaman suku, budaya, agama, maupun ras. Semua dipadu dengan balutan keindahan alam yang luar biasa terbentang dari Sabang sampai Merauke. Bahkan kekayaan alam yang sangat besar terkandung dan tersimpan erat di perut bumi negeri ini, mulai dari kekayaan laut sampai kekayaan bahan tambang layaknya emas, timah, dan gas alam. Lalu apa yang kurang dari negeri ini sehingga kemakmuran tidak jua datang menghampiri? Sementara logika berkata, dengan berjuta kekayaan yang dimiliki seharusnya Indonesia mampu menjadi macan yang menguasai dunia. Dibalik semua kelimpahan yang ada tersebut, hanya ada satu hal yang selama ini menjadi kerikil sandungan bangsa ini untuk maju yaitu krisis nasionalisme.
Konflik antar agama, antar suku maupun antar golongan sudah merupakan bumbu sehari-hari yang tak terelakkan di negeri kita tercinta Indonesia. Masih segar ingatan kita mengenai konflik antar suku yang terjadi di Sampit, di Lampung Selatan atau juga di Maluku. Ada pula konflik yang bersangkutan dengan agama seperti yang pernah terjadi di Ambon dan di Poso, dan lain sebagainya. Memang benar bahwa Indonesia adalah negara dengan sejuta keberagaman. Namun keberagaman tersebut seringkali bukan dijadikan sebagai kekuatan akan tetapi malahan digunakan sebagai pemicu adanya konflik antar berbagai golongan. Mungkinkah rasa persatuan di negeri kita sudah tergerus oleh jaman? Dimana semangat Bhinneka Tunggal Ika yang dahulu menjadi semboyan pemersatu Bangsa?


Memaknai Semboyan Bhinneka Tunggal Ika
Kita semua tahu bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali dilontarkan pada masa kerajaan Majapahit di abad ke 14. Semboyan tersebut dikenalkan pertama kali oleh Mpu Tantular dalam kitab karangannya yang sering disebut Kakawin Sutasoma. Bhinneka Tunggal Ika merupakan kalimat yang berasal dari bahasa jawa kuno, dan secara umum kalimat itu memiliki arti “ Berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Ya, semboyan tersebut memang khusus dirancang bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku dan budaya. Lihat saja belasan ribu pulau kita yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang dihuni oleh lebih dari 200 juta jiwa yang terdiri dari 300 macam etnis, serta adat istiadat, budaya dan keyakinan yang berbeda-beda. Melalui semboyan itu, kita bangsa Indonesia diajak memahami, mendalami dan meresapi secara lebih jauh bahwa negara Indonesia ini memang bukan negara yang homogen melainkan negara heterogen. Oleh karena itu kita semua sebagai bangsa Indonesia harus memiliki jiwa nasionlisme yang tinggi untuk dapat mempertahankan persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.

Pancasila Sebagai Landasan Sah Pluralitas Bangsa Indonesia
Dalam upacara bendera di sekolah-sekolan pasti kita akan mengucapkan dengan tegas kalimat-kalimat berikut:
“Pancasila...”
“Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.” ,“Dua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.”, “Tiga, Persatuan Indonesia.” “Empat, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.” “Lima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Tak ada yang menyangkal bahwa kelima sila Pancasila tersebut harus kita hafalkan sejak kita mulai masuk sekolah dasar. Sila-sila dalam Pancasila merupakan untaian kalimat-kalimat yang padu, terintegrasi dan menyeluruh yang dikonstruksi untuk tujuan mempersatukan keberagaman bangsa Indonesia. Perlu diingat bahwa rangkaian sila-sila dalam Pancasila yang sering kita lafalkan tersebut telah disusun dan difikirkan secara matang oleh para pendiri bangsa Indonesia. Untaian kalimat-kalimat tersebut telah melewati sebuah perjalanan yang panjang, bahkan para pendiri bangsa ini harus melewati sebuah perdebatan panjang yang cukup sengit sebelum resmi dijadikan landasan falsafah NKRI. Namun akhirnya di tengah segala macam persoalan yang terjadi, muncullah sebuah “jalan tengah” yang mampu menjembatani dan mewakili seluruh kepentingan penduduk Indonesia. Jalan tengah tersebut adalah kelima sila Pancasila yang telah resmi ditetapkan sebagai landasan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan selama ini kita mengenal Pancasila juga menjadi sumber dari segala sumber hukum, yang artinya semua hukum yang ada di Indonesia harus bersumber dari Pancasila.
Mengapa Pancasila sangat penting kaitannya dengan pluralitas bangsa Indonesia? Sudah tentu karena sila-sila yang terkandung di dalamnya merupakan wujud dari persatuan bangsa atas keberagaman yang ada. Mulai dari sila pertama yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara beragama, kemudian sila kedua yang menunjukkan bahwa Indonesia sangat menjunjung nilai-nilai kemanusian dan menjunjung hak serta kewajiban setiap manusia tanpa adanya diskriminasi. Selanjutnya sila ketiga yang menunjukkan persatuan di tengah segala perbedaan dan keberagaman yang ada, sila keempat yang menunjukkan bahwa dalam menentukan keputusan kita semua mengedepankan musyawarah, dan terakhir sila kelima yang mengutamakan suatu keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Dari uraian tersebut dapat kita lihat bahwa Pancasila memang benar-benar merupakan sebuah senjata yang sangat tepat diluncurkan demi menjaga teguh persatuan dan kesatuan bangsa dalam menjembatani segala jenis keberagaman yang tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Akar Masalah Berkurangnya Rasa Persatuan dan Kesatuan di Tanah Ibu Pertiwi
Sebenarnya apakah penyebab terjadinya berbagai konflik antar etnis, antar agama ataupun antar kelompok/organisasi masyarakat di Indonesia? Bila kita analisis secara lebih mendalam maka jawaban yang akan kita temukan adalah mulai rusaknya jiwa/karakter nasionalisme penduduk Indonesia. Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah : Bagaimana hal tersebut dapat  terjadi? Cobalah lihat di sekelilingmu! Ya, tak dapat dipungkiri bahwa di sana-sini selalu saja timbul keributan. Orang-orang di sekeliling kita terkesan sangat mudah emosi, sedikit merasa tertindas maka mereka akan mulai menyerang. Hal ini dimulai dari adanya rasa perbedaan yang muncul karena mereka merasa berbeda latar belakang, contoh kecilnya adalah tawuran antar sekolah. Siswa di sekolah A misalnya merasa berbeda dari siswa di sekolah B, dan ditambah lagi secara turun-temurun kakak kelas di sekolah A selalu mengajarkan bahwa siswa di sekolah B adalah musuhnya, begitu pula sebaliknya. Jadi dapat dikatakan bahwa karakter mereka dari awal dibentuk untuk memusuhi siswa dari sekolah lain yang dirasa sebagai musuhnya. Dari situ maka pikiran dan perasaan mereka akan berubah menjadi lebih sensitif. Semisal salah seorang siswa di sekolah A sedikit menyinggung perasaan siswa di sekolah B, maka keributan kecil akan muncul dan ujung-ujungnya mereka akan terlibat tawuran.
Permasalahan di atas hanya sebagian kecil contoh yang sering terjadi di masyarakat yang mungkin bisa terjadi antar kelompok, etnis maupun kepercayaan atau agama tertentu. Dalam kondisi tersebut mereka selalu merasa terancam atas keberadaan satu sama lain, sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman dan sangat sensitif meski hanya oleh perkataan atau hanya sekedar guyonan belaka. Hal tersebut dapat terjadi karena pemikiran kita sejak awal sudah diajar untuk menjadi lawan, bukan sebagai kawan satu sama lain. Secara tidak sadar sebagian besar dari kita juga pasti mengalami hal tersebut, kita sering menghadapi situasi dimana orang tua kita mengajarkan suatu hal mengenai budaya atau keyakinan kita yang kita anggap benar lalu budaya atau keyakinan lain kita anggap salah dan orang dengan latar belakang budaya atau keyakinan yang berbeda tersebut kita anggap sebagai musuh kita.
Sebagai Bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila, tentu hal tersebut tidak boleh kita biarkan begitu saja. Jiwa dan rasa nasionalisme kita tidak boleh luntur hanya oleh karena kebiasaan dan budaya yang telah turun-temurun. Sebaliknya rasa nasionalisme perlu kita pupuk sedari dini, dan semangat pancasila harus kita tanamkan pada seluruh jiwa-jiwa yang ada di seluruh lapisan masyarakat di atas bumi Indonesia tanpa terkecuali.

Menanamkan Pendidikan Pancasila di Seluruh Lapisan Masyarakat
Pendidikan Pancasila akhir-akhir ini sudah mulai dilupakan. Dahulu, pendidikan di SD, SMP maupun SMA masih mengajarkan mata pelajaran PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) yang sekarang telah berganti menjadi hanya PKn (Pendididikan Kewarganegaraan). Pertanyaannya: Mengapa pelajaran Pendidikan Pancasila harus dihapuskan? Padahal dengan Pancasila itu anak-anak akan menjadi paham mengenai dasar-dasar falsafah negara Indonesia yang memang bersatu dari berbagai suku, agama, ras maupun golongan. Dengan dihapuskannya Pendidikan Paancasila, maka dari mana anak-anak memahami arti pentingnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa di Indonesia? Apakah mereka hanya disuruh menghafalkan sila-sila Pancasila tanpa tahu arti mendalam mengenai sila-sila tersebut dan hanya mereka ucapkan pada saat upacara bendera setiap seminggu sekali? Apakah itu cukup? Jawabannya tentu tidak.
Cara terbaik untuk mengembalikan pembentukan moral bangsa adalah dengan kembali mengajarkan Pendidikan Pancasila pada siswa-siswa sekolah. Bahkan bila perlu pendidikan Pancasila berjalan sendiri-sendiri dan berbeda dengan pendidikan Kewarganegaraan. Jadi sudah seharusnya sekolah-sekolah tidak hanya mementingkan pelajaran-pelajaran tentang ilmu pasti seperti matematika, ilmu pengetahuan alam serta ilmu pengetahuan sosial. Sebaliknya Pendidikan Pancasila harus terus dimasukkan dalam mata pelajaran sehingga karakter Pancasila anak terbentuk sedari dini.
Lalu bagaimana dengan orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu yang sering memicu terjadinya konflik? Sebenarnya sumber dari segala sumber konflik terletak pada seseorang atau sekelompok orang yang mudah terbakar hanya oleh perkataan, perbuatan maupun tingkah laku dari kelompok lain. Orang-orang atau kelompok semacam ini seringkali memiliki kondisi emosional yang tidak stabil, sedikit disenggol mengenai kelompoknya maka nyawa taruhannya. Lalu apa pelajaran yang pantas bagi kelompok-kelompok pemicu konflik ini? Tentu saja kelompok-kelompok tersebut tak dapat dengan mudah dijamah karena jiwa nasionalisme mereka sudah luntur atau bahkan tak pernah sama saekali memiliki jiwa nasionalisme. Untuk orang-orang semacam ini  satu-satunya cara yang mungkin ditempuh adalah dengan memasukkan mereka ke dalan bui. Dan disinilah mereka perlu belajar sedikit demi sedikit mengenai bagaiman cara menghargai perbedaan dan juga arti pentingnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI.
Kemudian bagaimana pula dengan mahasiswa yang notabene sudah tidak diajar pendidikan Pancasila lagi? Serta masyarakat pada umumnya yang barang tentu jarang dijamah pelajaran Pancasila? Tentu tak mudah memberikan mereka pelajaran mengenai Pancasila di tengah gemelut dunia modern yang memabukkan seperti sekarang ini. Namun, negara seharusnya tak hilang akal. Sekarang ini media informasi dan komunikasi sudah berkembang sangat pesat. Jejaring sosial seperti facebook dan twitter dapat dimanfaatkan untuk mendekati pemuda-pemudi. Sedangkan untuk masyarakat pada umumnya media televisi sangat dimungkinkan menjadi perantara yang paling relevan untuk menyampaikan semangat Pancasila dan persatuan negara. Perlu diperhatikan bahwa di negara Pancasila ini butuh adanya sosok tokoh-tokoh nasionalis yang bergerak netral, tidak memihak kelompok, golongan, suku maupun agama tertentu. Sehingga dalam media-media sosial, bukan hanya tokoh-tokoh agama yang berdakwah melainkan perlu pula adanya tokoh nasionalis yang selalu mengobarkan dakwah Pancasila. Sehingga semua lapisan masyarakat sadar bahwa kita semua berdiri di tanah yang sama, di bawah langit yang sama, dan terpenting kita mengakui dan percaya serta menyembah Tuhan Yang Maha Esa seperti yang tercantum dalam sila pertama Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Makalah Konflik di Indonesia. ( diakses pada hari Jumat, 9 Agustus 2013pukul 13.03 dari http://kumpulanmakalah-kedokteran-psikologi.blogspot.com/2013/06/makalah-konflik-di-indonesia.html 

Mahfud,M. Pancasila sebagai Tonggak Konvergensi Pluralitas Bangsa.Makalah yang
disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2011 di Kampus UGM, Yogyakarta.
Sumasni, Nunik., dan Sutjaksono, Tangguh.. 2013. Bhinneka tunggal Ika (diakses pada hari

Jumat, 9 Agustus 2013 pukul 12.02 dari http://dianrana-katulistiwa.com/bti.pdf )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar